KULIAH INTERNASIONAL
PERAN MEDIA MASA DALAM DINAMIKA HUBUNGAN INDONESIA – MALAYSIA
Prof. Datuk Dr. Abdul Latiff Abu Bakar
Universitas Malaya Malaysia
Malang, 18 juni 2009,pada Jam 14.00 WIB, UMM kedatangan tamu dari Malaysia.
“KALAU KALIAN NAK KAWIN PILIH ORANG YANG MANTAP YE JANGAN PILIH ORANG SUSAH” itu salah satu ungkapan yang saya ingat ketika mengikuti forum selama satu setengah jam tersebut.
Beliau menegaskan bahwasanya jika kita mengaku sebagai pelajar media massa atau mahasiswa ilmu komunikasi, haruslah mempunyai 4 aspek penting dalam memandang sebuah informasi yaitu etika, UUD Negara, agama, dan sejarah kebudayaan.
Dengan adanya pernyataan diatas maka jika kita menelaah lagi media Indonesia yang memberitakan berita buruk tentang Malaysia, contohnya berita yang masih panas seputar manohara.
Menurut beliau berita manohara adalah masalah kecil yang dibesar-besarkan, masalah itu seharusnya bisa dengan mudah diselesaikan oleh hokum, jangan Malah sengaja dibesar-besarkan hingga membuat retaknya rumpun melayu. Jika kita mau kembali lagi pada etika, agama, UUD Negara, dan sejarah kebudayaan, maka kita takkan mudah termakan isu yang mempunyai kepentingan sensasi, sehingga beliau berpesan kepada audience untuk hati-hati memilih pasangan ditakutkan kasus manohara terulang.
Kasus pencurian hak cipta seperti reog ponorogo dll, yang ternyata salah paham disebabkan pemberitaan media yang memanas-manasi rakyat Indonesia yang dengan rasa nasionalisme yang tidak mempertimbangkan akal sehat, dan langsung percaya begitu saja dengan beberapa vonis tentang Malaysia, sampai mengundang reaksi duta besar Malaysia yang akhirnya mewakili dari pihak kedutaan, menjelaskan kepada masyarakat Indonesia bahwa Malaysia tidak mencuri hak cipta, melainkan mengembangkan kesenian tersebut di Malaysia karena TKI yang membudidayakannya.
Untuk itu kita sebagai mahasiswa yang hendak mengolah komunikasi di kemudian hari bisa mempertimbangkan beberapa aspek diatas.
Oleh: Nur Aisyiah Ammini
08220015
Ikom/II-A
Kamis, 18 Juni 2009
malaysia
Diposting oleh isha_ae di 17.38 0 komentar
kameraman
Kameraman not back stage..
Banyak yang bilang bila kita memilih audio visual maka kita harus bersiap menerima kenyataan nantinya apabila sudah mengaplikasikan pekerjaan, statement itu beralasan memang, karena selama ini pekerjaan audio visual sangat berat, terutama kameraman dan hasilnya bahkan tak sebanding, mungkin hanya dihargai dengan tulisan nama berbaris cepat berlarian keatas tak tau kemana pada akhir pemutaran sebuah produksi film. Tapi itu cuma statement masyarakat non pelaku, jika kita mau sekedar mengintip hati para pelaku audio visul kususnya kameraman yang akan kita bahas kal ini, maka statement diatas salah besar
Para cendikia audio visual bekerja tidak menampakkan diri bukan karena tak layak jual tampang, tapi terlalu indah untuk sekedar tayang, mereka lebih mementingkan kepuasan yang ternilai ketika mempersembahkan sebuah karya.
Seperti layaknya sebuah arsitektur tembok, ketika para besi dengan berjiwa besar bersedia tidak menampakkan diri padahal dia begitu berjasa, tapi tetap dengan kerendahan hati mengalah pada semen dan cat yang menginginkan untuk tampil itulah para cendekia audio visual. Bayangkan saja jika besi tak mau mengalah, apa jadianya rencana arsitektur tembok yang mulus menjadi tembok yang dipenuhi besi yang keluar dan membahayakan?.
Diposting oleh isha_ae di 17.37 0 komentar
av
Perlunya Skenario Dalam AV..
Dalam membuat sebuah film diperlukan skenario, tentu saja skenario tidak begitu saja dibuat. Pembuat scenario membutuhkan keahlian menulis.
Seperti yang dikatakan oleh William Kennedy,
“Menulis adalah seni yang begitu rumit, sungguh rumit memahami apa yang Anda coba keluarkan dari imajinasi Anda sendiri, dari kehidupan Anda sendiri. “
Dengan mempertimbangkan, menimang, menggendong, dan mematangkan dengan berfikir, maka bila kita ingin menjadi penulis scenario yang baik perlu mengetahui beberapa hal dibawah ini:
1.Tulis hal-hal yang Anda Ketahui
2.Perhatikan penggunaan kata sifat dan kata keterangan
3.Melihat bagian awal juga bagian akhir
4.Pilih Sudut pandang yang berbeda
5.Jadikan menulis itu bagian dari hidup, agar scenario yang anda tulis tampak natural.
6.Cari cerita unik yang cocok dengan imajinasi yang ada dikepala
7.Bila bingung mencari bahan, carilah pada masa lalu . Contohnya: (pengalaman petualangan, percintaan, ataupun horror)
8.Kata dalam penulisan merupakan attitude atau budi pekerti, sehingga ketika actor mengaplikasikan kata-kata tersebut pada waktu berakting, menjadi peran yang tepat, dengan kata lain meletakkan sesuatu pada tempatnya.
9.Tunjukkan kata-kata yang singkat,padat, dan jelas yang mewakili karakter. (pemberani, pemalu, jahat atau baik)
10.Selamat mencoba..
Kameraman not back stage..
Banyak yang bilang bila kita memilih audio visual maka kita harus bersiap menerima kenyataan nantinya apabila sudah mengaplikasikan pekerjaan, statement itu beralasan memang, karena selama ini pekerjaan audio visual sangat berat, terutama kameraman dan hasilnya bahkan tak sebanding, mungkin hanya dihargai dengan tulisan nama berbaris cepat berlarian keatas tak tau kemana pada akhir pemutaran sebuah produksi film. Tapi itu cuma statement masyarakat non pelaku, jika kita mau sekedar mengintip hati para pelaku audio visul kususnya kameraman yang akan kita bahas kal ini, maka statement diatas salah besar
Para cendikia audio visual bekerja tidak menampakkan diri bukan karena tak layak jual tampang, tapi terlalu indah untuk sekedar tayang, mereka lebih mementingkan kepuasan yang ternilai ketika mempersembahkan sebuah karya.
Seperti layaknya sebuah arsitektur tembok, ketika para besi dengan berjiwa besar bersedia tidak menampakkan diri padahal dia begitu berjasa, tapi tetap dengan kerendahan hati mengalah pada semen dan cat yang menginginkan untuk tampil itulah para cendekia audio visual. Bayangkan saja jika besi tak mau mengalah, apa jadianya rencana arsitektur tembok yang mulus menjadi tembok yang dipenuhi besi yang keluar dan membahayakan?.
Diposting oleh isha_ae di 17.25 0 komentar
Senin, 01 Juni 2009
HIDUP
Terpikir satu ide yang mungkin sebenarnya sudah terpampang jelas dipelupuk mata, tapi terlalu sulit untuk dipahami. Tadi siang aku sempat melihat sekilas di televisi dalam salah satu reality show “jean pantau”. Dalam episode kali ini, jean memantau penduduk korban gusur pinggiran kali ciliwung, intinya ada sedikit kekecewaan yang nyata disini, tak tau juga salah siapa, tapi yang jelas “pihak berwenang satu” yakni pak wali kota yang seharusnya lebih mengawasi laporan keadaan masyarakatnya dari perwakilan rt ataupun rw atau mungkin juga lurah yang ada didaerah terdekat,malah dengan entengnya memberi tanggapan berupa : “ waduh saya taunya ya cuma dari perwakilan pengurus daerah sini “. Apa ini yang disebut khalifah yang bijak?
Jean mencoba melihat dari sudut pandang orang-orang yang kena gusur, dan sebagian masyarakat yang tak pernah telat membayar pajak dan mempunyai surat kuasa yang jelas, merasa tak semestinya digusur.salah satu warga memberi tanggapan, “ saya sudah sejak tahun 1964 disini mbak, kami bukan diberi surat peringatan tapi diberi surat kesediaan membongkar dari kecamatan” .
Sedangkan dari sudut pandang “ pihak berwenang kedua” yakni satpol pp, demi menjalankan tugas, mereka sudah berkali-kali mengingatkan bahwa sebaiknya para warga pindah ketempat yang lebih aman dengan kata lain tidak rawan banjir seperti dibantaran kali ciliwung. Tapi seperti yang kita ketahui, bahwa dunia penuh sesak dengan orang baik dan orang kurang baik, maka pasti aksi mereka mendapat tanggapan bermacam-macam.
Kesimpulannya, pihak-pihak yang terlibat dalam skenario ini memang sama-sama mempunyai kepentingan masing-masing, dan alangkah indahnya bila tak ada yang kalah dalam hal ini.
Tetap dihari yang sama,
Setelah jean pantau aku meneruskan pusat perhatianku pada reportase investigasi yang bertema prostitusi dan bajing loncat. Pada investigasi prostitusi blue chiken atau pecun dibawah umur alias anak-anak smp ini ditemukan motif pencarian korban oleh germo yang mengaku membutuhkan pembantu rumah tangga yang akhirnya berakhir dengan praktek prostitusi. Seperti pada umumnya mereka mencantumkan panti pijat plus-plus pada koran berskala nasional tak tanggung-tanggung.
Tapi lebih menarik dan extreme lagi investigasi bajing loncat yang dilakukan anak-anak jalanan dikawasan jalan macet, motifnya anak-anak ini berpura-pura menumpang pada truk pengangkut material besi, dan tak lama mereka menjarah sedikit besi yang dilakukan secara sitematis oleh kawanan penjarah dan penerima jarahan. Aksi ini sangat berbahaya karena tak jarang ada yang terluka ketika beraksi, entah itu kurang seimbang ketika meloncat dari truk yang sedang melaju, atau bahkan ada yang meregang nyawa karena terpelindas truk.
Dari kedua totonan itu, bila dipandang secara AUDIO VISUAL maka saya mendapat pelajaran yaitu:
bagaimana seharusnya menciptakan suasana yang menegangkan dengan fakta yang ada dan direkam dengan kamera tersembunyi yang diharapkan tak ada kekeliruan sedikitpun hingga kegiatan akan berjalan lancar.
2. bagaimana etika jurnalistik dalam melindungi informan dengan cara menyamarkan suara dan memburamkan wajahnya sehingga informan lebih merasa aman, dengan begitu mereka bersedia dengan senang hati memberikan keterangan atau data-data yang diperlukan para jurnalis, dan dengan otomatis disiarkan oleh media dan sampai pada masyarakat.
Diposting oleh isha_ae di 02.25 1 komentar